Rahim Pengganti

Bab 142 "Perubahan Status"



Bab 142 "Perubahan Status"

0Bab 142     

Perubahan Status     

Iya     

"Tidur?" tanya Ryu.     

"Iya bang, seperti capek. Tadi Dewa mau banguni," jawab Dewa dengan perasaan yang sedikit tahu, jujur saja Dewa takut jika Ryu salah paham. Pria dingin itu lalu membuka pintu mobil dan mulai membawa Gina ke dalam gendongannya.     

"Lo tolong bawa tas dan berkasnya, biar gue yang gendong Gina." Dewa langsung menganggukkan kepalanya dan mulai membawa semua berkas dan juga tas Gina ke dalam rumah mengikuti Ryu yang sudah berjalan lebih dulu.     

***     

Pagi harinya, Gina tidak langsung bangun wanita itu lebih memilih untuk bermesraan di bawah selimut dengan bantal dan guling nya. Hal itu dilakukan karena, wanita itu sangat malas untuk bergerak dari tempat tidurnya. Apalagi dengan kegiatan yang super duper banyak kemarin membuat Gina malas untuk bangun lebih pagi.     

Hari ini dirinya sengaja izin dari mata kuliah yang di ajarkan oleh Athalla. Meskipun saat meminta izin Athalla tidak sepenuhnya mengizinkan karena, pria itu sangat anti dalam hal seperti itu namun, karena tahu hal apa saja yang sudah dilalui oleh Gina sehingga akhirnya pria itu memberikan izin untuk keponakannya itu.     

Gina yang masih ingin menutup matanya, harus segera membuka mata ketika mendengar suara yang berdering, sejak tadi ponselnya itu bersuara namun, Gina tetap enggan membuat mata tapi kali ini berbeda, suara itu tidak ada henti henti nya, membuat dirinya kesal.     

"Hallo," sapa Gina.     

"Kamu belum bangun?" tanya orang di seberang sana, Gina yang masih belum membuka matanya seketika langsung membuka mata, saat mendengar pertanyaan yang membuat diri nya kaget. Gina menjauhkan ponsel nya dan melihat nomor siapa itu, dan benar saja calon suami datar nya itu yang menelpon.     

"Kenapa?" tanya Gina. Wanita itu sudah duduk di atas tempat tidurnya sambil menyalakan speaker. Terdengar tarikan napas panjang, dari ujung sana membuat Gina masa bodo. "Kamu tahu ini jam berapa kenapa baru bangun? Saya sudah mau sampai," ucapnya.     

Dahi Gina berkerut, wanita itu berusaha mengingat apa ada lagi urusan yang belum selesai. Namun, tidak ada yang belum selesai semuanya sudah selesai dan pemeriksaan kemarin adalah hal terakhir. "Mau ngapain? Semua sudah selesai," ucap Gina.     

Daffa mulai memberikan semua pertanyaannya, dan dijawab oleh Gina dengan kata 'sudah selesai' 'sudah' 'iya' dan lain sebagai, hingga membuat Daffa tidak bisa berkutik lagi. "Saya hari ini libur ngampus, jadi tolong jangan ganggu saya." Gina sudah lelah dengan banyak nya pertanyaan yang di lempar kan oleh Daffa, tanpa basa basi lagi. Wanita itu segera menutup sambungan telpon. Sedangkan Daffa sudah menahan kesal nya dengan tingkah laku Gina yang begitu membuat hati nya dongkol.     

Wanita itu kembali melanjutkan, tidur hari ini Gina benar benar ini tidur dan mengistirahatkan seluruh pikiran nya dengan tenang tanpa ada yang mengganggu.     

Di ruang makan semua nya hanya diam, tidak seperti biasa nya. Hal ini karena Ryu tidak suka dengan cara kedua orang tua nya yang seolah ingin membawa Gina keluar dari rumah ini padahal hal itu tidak mungkin terjadi.     

"Ryu pergi dulu," ucap nya lalu pamit kepada sang bunda. Anak itu juga memperlihatkan bahwa diri nya tidak suka dengan sikap Bian, tentang perjodohan itu terlihat dengan Ryu yang pergi begitu saja. "Ryu hanya butuh mengerti mas," ucap Carissa. Bian hanya menghela napas nya panjang, pria itu tidak mengerti dengan apa yang menjadi penyebab anak laki laki nya bersikap seperti ini.     

Sepanjang jalan Ryu hanya diam, pikirannya selalu terfokus dengan bagaimana nantinya Gina menjalani hidup nya jika sudah menikah. Apa lagi, saat tahu bahwa beberapa hari ini adik nya mengurus semua nya sendirian. Emosi Ryu semakin menumpuk ketika semalam, melihat wajah kelelahan adiknya itu. Sungguh Ryu tidak tega, semua nya seolah dipaksakan supaya bisa cepat selesai.     

"Bangsat!!!" pekik Ryu.     

Berbeda dengan Ryu, saat ini Gina yang sudah tidak bisa tertidur lagi karena gangguan yang diberikan oleh Daffa membuat wanita itu akhirnya bangun dari tempat tidurnya. Gina menatap ke arah ponsel nya, wanita itu melihat banyak sekali chat yang masuk ke dalam ponsel nya itu terutama pesan singkat yang di kirim oleh Daffa.     

Wanita itu memang mematikan dua centang biru, entah kenapa Gina lebih suka seperti itu. Diri nya membuka, sudah banyak chat yang menurut Gina sudah terlambat jika Daffa menanyakan hal itu saat ini, karena semuanya sudah diri nya selesai kan semua.     

"Mandi aja kali ya, terus pergi ke rumah tante Siska aja," ujar Gina. Wanita itu tidak tahu, jika sejak tadi seseorang sedang menunggu balasan dari pesan yang dirinya terima.     

Siapa lagi kalau bukan, Daffa pria itu sengaja mengambil cuti atas desakan ibu Sri, karena ingin menemani Gina mengurus semua nya tentang persiapan pengajuan dan pernikahan mereka namun, seperti nya saat ini waktu nya tidak tepat.     

"Mungkin dia butuh istirahat, kalau menurut keterangan Dewa kemarin. Dia sangat lelah dengan semuanya," gumam Daffa. Pria itu lalu meletakkan ponsel nya, dan segera beranjak dari tempat tidurnya. Sedangkan dirinya keluar dari dalam kamar, saat keluar Daffa tidak sengaja bertemu dengan Dewa yang akan berangkat ke kampus.     

"Mau kemana kamu?" tanya Daffa, karena seingat Daffa Gina, baru saja bangun dari tidurnya dan tidak mungkin ada jam kampus Daffa tahu, bagaimana on time anak itu jika berurusan dengan kampus dan kuliah. "Ngampus bang," jawab Dewa seadanya dan lalu berjalan menuju meja makan. Dahi Daffa berkerut dengan apa yang sudah dirinya dengar, bagaimana bisa bukan kah Gina tadi mengatakan bahwa diri nya libur, dan jika Gina libur harus nya Dewa juga libur.     

"Bukankah Gina tidak masuk kuliah? Harusnya kamu juga?" tanya Daffa yang sudah duduk di depan Dewa. Pria itu lalu mengerutkan dahi nya tanpa banyak basa basi, Dewa mengecek ponsel nya dan benar saja. Temannya itu tidak mau kuliah, Dewa lalu menatap ke arah Daffa. "Gina izin, dia mau istirahat. Tadi mengirim kabar ke group kelas," ucap Dewa. Mendengar hal itu semakin membuat Daffa menjadi tidak enak, karena diri nya yang bertugas membuat Gina menyelesaikan semua nya seorang diri.     

Dewa melanjutkan sarapan nya, kali ini di meja makan hanya ada mereka berdua karena ibu Sri ikut dalam kegiatan giat yang selalu di laksana kan oleh para perkumpulan para istri dari tentara. Daffa masih diam di tempat nya, pria itu sedang memikirkan sesuatu yang sejak kemarin mengganjal di dalam hati nya.     

"Gue pergi dulu bang," pamit Dewa. Pria itu lalu meninggalkan, Daffa seorang diri.     

***     

Gina berjalan menuruni anak tangga, terlihat sudah sangat sepi rumah nya hari ini, hanya ada sang bunda yang berada di ruang keluarga sambil menatap ke arah laptop di depan nya.     

"Pagi Bun," sapa Gina. Gadis itu langsung menuju ke arah, meja makan rasa nya sudah sangat lapar. Melihat sang anak membuat bunda Carissa beranjak dari tempat duduk nya, dan menghampiri sang anak yang sedang menuangkan makanannya. "Kamu gak kuliah sayang?" tanya bunda Carissa sambil menuangkan air ke dalam gelas milik Gina.     

"Gak Bun, aku capek banget. Hari ini hanya mata kuliah Om Atha juga, dan udah izin jadi aman," ucap Gina dengan menampilkan senyum di wajah nya, melihat hal itu membuat bunda Carissa juga ikut tersenyum.     

Carissa mendampingi sang putri, yang sedang makan terlihat dari wajah nya bahwa Gina sangat lelah. Hal itu membuat seketika Carissa sedih. "Ada yang bisa bunda bantu sayang?" tanya bunda Carissa. Gina yang mengerti ke arah mana, jalan pembicaraan sang bunda hanya menampilkan senyuman tipis di wajah nya. "Gak perlu Bun, Gina bisa sendiri," jawab Gina. Air mata Carissa menetes, bagaimana bisa anaknya berkata seperti itu padahal sebelum nya Gina selalu melibatkan diri nya dalam segala hal dan kali ini tidak. Carissa menghapus air mata yang mengalir, dan tersenyum sambil menyentuh tangan anak nya itu. "Kamu yakin sayang? Kalau butuh apa pun, bilang sama bunda ya nak," ucap Carissa.     

"Yakin kok Bun, aku bisa sendiri. Bunda gak perlu khawatir, selagi masih bisa aku selesaikan akan aku lakukan sendiri," ucap Gina.     

Setelah selesai sarapan Gina pamit untuk pergi keluar, bunda Carissa tidak melarang anak nya itu. Wanita itu hanya berpesan untuk Gina hati hati di jalan.     

"Gina pamit Bun. Assalamualaikum," pamit Gina. Bunda Carissa tersenyum, mengantarkan kepergian anak gadisnya. Baru saja Carissa akan masuk ke dalam rumahnya, sebuah mobil berwarna Silver masuk ke dalam halaman rumah nya.     

Pria yang akan menjadi menantu nya keluar dari dalam sana, Daffa datang dengan pakaian yang begitu berbeda dari sebelum nya. Pria itu biasanya selalu berpakaian formal atau kaku kali ini terlihat lebih santai.     

"Assalamualaikum bunda."     

"Waalaikumsalam. Nak Daffa sangat berbeda, bunda jadi pangling melihat nya. Tumben pakaiannya beda," ucap Bunda Carissa. Wanita itu bahkan sempat tidak mengenali Daffa jika saja diri nya tidak menggunakan kaca mata. Penampilan Daffa yang begitu sederhana membuat Carissa kagum.     

"Iya bunda. Mau coba suasana baru," ujar Daffa.     

"Bagus dong. Ayo masuk nak, hanya saja Gina gak ada di rumah, baru aja keluar," ucap bunda Carissa. Mendengar hal itu, membuat Daffa terdiam diri nya berniat datang ke rumah ini, untuk meminta maaf karena sebelumnya belum bisa menemani Gina, namun, orang yang di cari tidak ada membuat Daffa sedikit kecewa.     

"Gina nya kemana ya Bun?" tanya Daffa terlihat sangat jelas dari raut wajah nya jika pria itu kecewa dengan kepergian Gina.     

"Bunda juga kurang tahu nak, cuma Gina hanya bisa mau keluar ada keperluan. Kamu ada perlu sama dia? Atau kalian lagi mengurus sesuatu?" tanya bunda Carissa.     

"Oh. Nggak Bund, Daffa ke sini hanya mau ketemu sama Gina. Udah seminggu kita gak ketemu," jawab Daffa.     

"Bunda ngerti. Jadi gimana mau masuk atau gimana nih? Gina nya gak ada," goda bunda Carissa. Daffa tersenyum kaku, pria itu lalu pamit undur diri dari sana. Bunda Carissa yang mengerti menganggukkan kepalanya.     

***     

Daffa berusaha menelpon Gina namun, tidak ada satu panggilan pun, yang di jawab oleh wanita itu hal tersebut membuat Daffa kesal.     

"Kamu dimana, kenapa tidak mengangkat pesan saya," ucap Daffa.     

Sepanjang perjalanan, Daffa berusaha terus menerus menelpon Gina. Entah kenapa ada perasaan takut di dalam hati nya saat ini, dan hal itu membuat Daffa tidak nyaman.     

"Dewa," gumam Daffa. Pria itu segera menghubungi sang adik. Panggilan pertama tidak terhubung, hingga panggilan ke lima baru bisa terhubung dengan adiknya.     

"Hal …,"     

"Kamu tahu di mana Gina biasa pergi?" potong Daffa. Mendapatkan pertanyaan seperti hal itu membuat Dewa terdiam sesat, yang Daffa tahu dirinya harus bertemu dengan Gina hari ini.     

"Hallo Dewa … kamu dengar kan? Jawab pertanyaan saya."     

"Gina biasa pergi ke taman anggrek," ucap Dewa. Setelah mengatakan hal itu, Daffa langsung menutup panggilan telepon tersebut dan segera pergi ke tempat di mana biasa nya Gina pergi.     

Dewa hanya diam, teman teman nya yang ada di sana. Bingung dengan apa yang di terjadi. "Ada apa?" tanya Akbar.     

Dewa mengangkat bahunya. "Entah bang Daffa, cuma tanya di mana Gina biasanya pergi, gitu aja sih. Gue juga gak tahu ada," jelas Dewa.     

"Mungkin bang Daffa pengen tahu kali yaa, soal nya kan mereka mau nikah," sambung Sekar.     

"Bisa jadi."     

Mereka lalu melanjutkan diskusinya, sedangkan di tempat lain Guna masih berdiam diri. Maksud hati ingin pergi ke rumah tante Siska dan bertemu dengan Oma Iren, harus dibatalkan karena ternyata mereka sedang tidak ada di tempat.     

Dan berakhir di sini lah Guna, di sebuah tempat yang sering diri nya datangi seorang diri. Tidak banyak yang tahu, karena tempat ini selalu Gina gunakan jika diri nya, tidak ingin     

di ganggu oleh orang lain.     

"Selamat pagi Mba Gina, mau pesan apa?" tanya seorang pelayan. Gina lalu menampilkan senyuman indahnya, ke arah wanita itu. "Seperti biasa ya Ra," jawab Gina. Ira segera menganggukkan kepalanya dan kembali ke tempat nya. Gina lalu membuka notebook nya, membuka beberapa file lalu mulai menyelesaikan semua tugas nya.     

Tak lama pesanan Gina sudah sampai, "Buat mba Gina, silakan di nikmati," ucap Ira. Gina menganggukkan kepalanya, dan tersenyum ke arah Ira. "Thanks ya Ra."     

Ira lalu pergi, meninggalkan Gina seorang diri. Gadis fokus dengan beberapa tugasnya, tanpa Gina sadari jika sejak tadi ponsel dirinya berdering.     

***     

Daffa sudah, menyerah dirinya sudah sangat lelah mencari keberadaan Gina yang tidak tahu di mana keberadaan nya. Hingga akhir nya, Daffa kembali pulang ke rumah Gina berharap bahwa calon istri nya itu berada di sana.     

"Loh nak Daffa, Gina nya belum pulang," ucap bunda Carissa. Daffa terkejut, dengan ucapan calon mertuanya itu. "Emang Gina kemana Bund?" tanya Bian. Saat ini keduanya sedang duduk di teras rumah menikmati waktu sorenya.     

"Tadi sih Gina izin keluar Yah, cuma bunda gak tahu kemana. Soalnya Gina bilang ada perlu keluar sebentar," jelas Carissa.     

"Kamu udah cari kemana Gina. Daf?" tanya Bian.     

"Udah Yah, makanya Daffa ke sini. Mungkin aja, Gina udah pulang," jawab Daffa. Pria itu berharap jika Gina sudah pulang namun, ternyata tidak. Calon istrinya itu belum juga, pulang ke rumah.     

"Coba Bund kamu telpon Gina, anak kamu itu kenapa gak ada kabar nya," ujar ayah Bian. Mendengar ucapan itu membuat Daffa jadi tidak nyaman dengan perintah yang dilakukan oleh ayah Bian.     

Mereka semua menunggu di dalam rumah, hingga matahari tenggelam pun Gina tidak ada kabarnya. Hal itu membuat bunda Carissa menjadi, begitu khawatir dengan hal tersebut.     

Ryu dan Daffa berusaha sejak tadi menghubungi Gina namun, belum juga di balas. Membuat semua yang ada di sana sudah panik.     

"Tante Siska bilang, tadi Gina memang mau ke rumahnya tapi karena Oma dan Tante Siska ada kegiatan jadi Gina gak jadi pergi ke sana Bund," jelas Ryu.     

Pukul 19.00 malam, semua orang masih menunggu di sana, hingga terdengar suara mobil berhenti di depan rumah mendengar hal itu mendengar hal itu membuat semua orang di sana langsung beranjak.     

"Mas … jangan pakai emosi," ujar bunda Carissa ketika melihat raut wajah kesal suaminya. Bian hanya menatap sekilas ke arah istrinya itu, lalu berjalan ke arah pintu.     

Tepat di depan sana, Gina baru saja turun dari mobil nya. Wanita itu menatap ke arah semua orang yang ada di depan pintu rumah.     

"Loh ayah sama bunda kenapa? Tumben banget sambut aku di depan kayak gini," ucap Gina dengan nada heran, karena tidak biasa nya kedua orang tua nya bersikap seperti saat ini. "Dari mana saja kamu?" tanya Ayah Bian dengan dingin. Mendengar pertanyaan itu membuat Gina mengerutkan dahi nya, wanita itu bingung dengan sikap yang di tampilkan oleh sang ayah.     

"Jawab dari mana kamu?" tanya Bian dengan sedikit nada membentak. Mendapatkan perlakuan seperti itu membuat Gina kaget, karena selama ini Ayahnya itu tidak pernah membentaknya. "Kenapa Ayah seperti ini, apa salah aku," ucap Gina.     

"Kamu dari mana, pergi gak bilang. Kamu tahu kalau kami dari tadi mencoba menghubungi kamu? Kamu lihat nak Daffa itu khawatir dengan kondisi kamu, sejak tadi dirinya mencari keberadaan kamu."     

Tatapan mata Gina menatap ke arah Daffa, keduanya saling menatap satu dengan lainnya.     

"Gina pergi mengerjakan tugas yah," jawabnya.     

"Harusnya kamu itu bilang, jangan buat orang jadi khawatir. Apalagi Daffa calon suami ini juga ikut lelah mencari kamu," ucap Bian dengan nada tinggi.     

"Gina tidak minta di cari yah," jawabnya. Mendengar jawaban seperti itu membuat Bian tanpa sengaja mengangkat tangannya hingga sebuah tamparan mendarat di pipi Gina.     

"Ayah!!" pekik Carissa.     

Gina hanya menatap datar ayahnya, sungguh perlakuan ini membuat semua orang tidak menyangka Apalagi Ryu yang langsung mendekati adiknya itu.     

"Terima kasih Yah," ucap Gina lalu pergi meninggalkan mereka semua.     

"Saya selama ini di ajarkan untuk selalu baik dengan wanita, tapi anda dengan teganya menampar wanita yang saya sayangi. Hanya karena dia yang bukan siapa siapa di rumah ini." Setelah mengatakan hal itu Ryu pergi menyusul adiknya. Pria itu tahu, bagaimana perasaan Gina saat ini. Sedangkan bunda Carissa sudah terisak melihat hal tersebut sungguh bukan seperti ini yang diinginkan olehnya.     

***     

Sejak kejadian sore hari itu, membuat sikap Gina berbeda wanita yang biasanya ceria tiba tiba berubah menjadi pendiam dan hal itu semakin membuat Ryu membenci ayahnya. Pria yang selama ini, dia idolakan tapi karena sikapnya membuat Ryu kembali tidak respek dengan ayahnya.     

0

Saat ini adalah ucapan pernikahan kantor, setelah semua urusan pemberkasan selesai akhirnya hari ini tiba di mana Gina dan Daffa akan nikah kantor.     

"Ya ampun, menantu ibu cantik sekali," puji ibu Sri. Gina hanya membalas dengan senyuman tipisnya, tidak tahu harus bersikap seperti apa, rasanya saat ini Gina ingin menangis namun, air matanya seolah tidak mampu untuk menetes.     

"Kamu jangan tegang, santai aja. Semua akan baik baik saja kok," ucap ibu Sri. Jika pernikahan ini tidak terjadi karena sebuah perjodohan mungkin saat ini, Gina adalah orang yang paling bahagia. Mendapatkan mertua seperti ini Sri yang begitu baik, namun nyatanya hal ini tidak seperti yang Gina rasakan. Sejak tadi Daffa memperhatikan calon istri nya itu, sejak kejadian tersebut hingga saat ini kedua nya belum juga saling berbicara satu dengan lainnya.     

Selama tiga jam, Gina dan Daffa berada di ruangan yang sama. Tidak banyak hal yang spesial yang terjadi, semua nya seperti acara nikah kantor seperti biasanya. Ekspresi wajah yang di tampilkan oleh Gina juga terlihat biasa biasa saja, tidak ada raut bahagia yang terlihat.     

"Akhirnya selesai juga ya. Ibu bahagia rasanya," ucoa ibu Sri dengan gembira. "Aku rasanya pengen, cepet cepet adain akad dan resepsi mbak," lanjut ibu Sri. Bunda Carissa hanya tersenyum, wanita itu menatap ke arah anaknya yang terlihat sangat jelas berusaha untuk terlihat baik baik saja.     

Setelah selesai dari urusan kantor, mereka berdua pergi untuk menjalankan foto prewedding sesuai dengan perintah ibu Sri. Gina rasanya ingin menolak namun, wanita itu tidak sanggup melihat wajah ibu Sri yang ternyata sudah mempersiapkan semuanya.     

"Kamu mau makan dulu?" tanya Daffa. Namun, Gina tidak menjawab wanita itu masih setia menatap ke arah jendela. Melihat ekspresi Guna yang seperti ini, membuat Daffa menarik nafas nya panjang. Pria itu sudah berusaha untuk terus berbicara dengan Gina namun, tidak pernah di respon oleh wanita itu. "Kamu kenapa? Sejak tadi saya ajak bicara namun, tidak ada jawaban sedikit pun," ucap Daffa lagi kali ini nada bicaranya sedikit tinggi membuat Gina menoleh ke arah pria itu. Tapi Gina hanya menampilkan senyuman manis ke arah Daffa. "Saya di sini, hanya menurut saja apa mau kalian. Jika anda ingin pergi silakan, saya akan selalu mengikuti."     

Sontak saja mendengar hal itu membuat Daffa menginjak remnya dengan mendadak membuat kepala Gina sedikit terbentur.     

"Maksud kamu apa?" tanya Daffa sungguh pria itu tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Gina. Pria itu menatap ke arah Gina dengan tatapan yang begitu tajam.     

***     

Sedangkan di tempat lain, Ibu Sri dan bunda Carissa sudah menunggu kedatangan Gina dan Daffa. Kedua wanita itu memutuskan untuk ikut mendampingi kedua nya.     

"Ini Daffa kemana sih, kok gak sampai sampai," ucap ibu Sri sudah sekitar dua puluh menit namun, kedua orang tersebut belum juga menampakkan wujudnya.     

"Mungkin macet mbak. Kita tunggu saja," balas bunda Carissa.     

Kedua wanita itu lalu menunggu Daffa dan Gina di ruang tunggu.     

###     

Nah loh gimana? Selamat membaca dan terima kasih yaa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.